Selasa, 09 Agustus 2011

Anda Ikhlas? Silahkan Masukkan Uang ke Kantong Saya


Anda Ikhlas? Silahkan Masukkan Uang ke Kantong Saya
Oleh Nadia Nurfadilah

“Dasar anak badut, anak badut..!”, begitu teman-teman Gigih biasa mengejek. Gigih, bocah berusia sebelas tahun adalah putra kedua dari seorang Badut di Taman Monumen Nasional (Monas).

Minggu, 17 Juli 2011. Seperti hari Minggu yang biasanya, Monas diramaikan oleh banyak pengunjung yang sengaja meluangkan waktunya di tempat ini. Mereka duduk-duduk di bawah pohon, jalan berkeliling monas, serta ada juga yang sengaja menikmati pijat refleksi.

Di tepi barat Tugu Monas, seorang Badut kelinci dengan warna ungu nya yang mencolok, menarik perhatian. Orang-orang biasa memanggilnya ‘Om Badut’. Tak ada pengunjung atau pun pedagang yang tahu nama asli Om Badut ini, kecuali anaknya Gigih. Menurut penuturan Gigih, Kusmono adalah nama asli Bapaknya.

Kusmono, bapak yang sehari-hari bekerja di sebuah konveksi tas di daerah Taman Mini, setiap hari sabtu dan minggunya mengenakan kostum badut kelinci. Ia dengan tulus hati menghibur pengunjung yang melintas (khususnya anak-anak) di tepi barat Tugu Monas. Ia melambaikan tangan, bersalaman, serta rela diajak foto bersama.

Om Badut menggantungkan nasib pendapatannya pada keikhlasan hati para pengunjung. Ia tidak digaji oleh instasi pemerintahan. Ia juga tidak terikat dengan yayasan atau instasi mana pun. Ia adalah seorang badut yang bekerja mandiri dengan satu-satunya kostum yang ia punya.

Seusai berfoto bersama, Pengunjung yang sadar biasanya memasukan uang ke kantong depan Om Badut. Namun, masi banyak pengunjung yang tidak tahu atau mungkin enggan memberikan uang tersebut. Mereka berpikir Om Badut adalah hiburan gratis tatkala mereka melintas. Om Badut tak pernah meminta-minta untuk diberikan uang. “Kalo gak dikasih, ya gak apa-apa”, cerita om Badut.

Pendapatan Om Badut berkisar antara Rp 30.000 - Rp 40.000 per hari. Pernah sesekali Om Badut mendapatkan Rp 65.000 ketika Monas benar-benar ramai. Itu pun masi dibilang kecil, mengingat ongkos perjalanan Om Badut dari rumahnya di Bekasi menuju Monas. Belum lagi ia harus merogoj kocek untuk makan bersama Gigih, anaknya yang selalu ikut ia bekerja. Setiap malam minggu, bahkan Om Badut dan Gigih terpaksa menginap di emperan stasiun Gambir demi mengirit ongkos mereka.

Selain Gigih, Om Badut masih mempunyai dua putra. Wisnu (19) yang memilih pindah ke Aceh untuk mencari nafkah, dan Wondan (13) yang sekarang duduk di tingkat 2 SMP Al-Huda. Istri Om Badut adalah seorang ibu rumah tangga. Namun, ia seringkali dimintai tolong untuk mengasuh anak tetangganya.

Gigih mengaku malu jika teman-temannya tahu bahwa Bapaknya adalah seorang Badut di Monas. Pernah ketika Om Badut masih bekerja di Taman Mini Indonesia Indah (tahun 2006), teman-teman Gigih mengejek dirinya “Dasar anak badut, anak badut..!”. Karena itulah, saat ini Ia memilih untuk tidak memberitahu satu pun temannya tentang pekerjaan Bapak di hari Sabtu dan Minggu.

Berbeda dengan pengakuan anaknya, Om Badut tidak malu mengakui bahwa dirinya adalah seorang Badut. “Gak malu, orang nyari duitnya halal kok!”, tutur Om Badut. Om Badut mengaku senang menghibur, terutama anak-anak. “Kaya anak sendiri aja”. Ia tidak mengeluh jenuh, kepanasan, atau pun lelah, meskipun ia harus berjam-jam berdiri mengenakan kostum kelinci yang tebal.

Sungguh mulia hati Om Badut. Ia tetap bermurah hati menghibur warga Jakarta yang ada di Monas, meskipun nasibnya seringkali tak diperhatikan. Ia rela difoto bak model, meski tanpa bayaran. Ia rela berpanas-panasan hanya demi menunggu bocah kecil yang melintas.
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar