Minggu, 22 Mei 2011

"Bundaran HI" part 5

“Malem, ini Andi ya? Kalo mau mesen kaos, gimana ya?”, Dina mengawali sms nya.
“Iya mba Noni. Maaf tadi keputus ya chatnya.”, Andi menjawab pesan. Mba Noni?? Membingungkan. Mungkin Andi sedang chat dengan salah satu pelanggannya.
“Bukan. Ini gue Ririn. Lo kuliah di Bandung kan? Gue juga di Bandung. Kalo mau pesen kaos gimana ya?”. Dina sengaja menyembunyikan identitasnya. Karena bila benar Andi adalah Fahrezi, maka dia akan mengetahui bahwa yang mengirim pesan adalah Dina, sahabatku. Untung saja Dina baru mengganti nomor handphonenya. Jadi, bisa dipastikan Fahrezi tidak akan mengenali Dina.

Tik..tik..tik… Waktu terus berdetik. Namun, Andi yang diduga sebagai Fahrezi tak kunjung menjawab sms Dina. Tidak jelas kenapa. Ah, yasudahlah. Lagipula malam telah larut, saatnya aku mengistirahatkan seluruh tubuh ku ini.

And,, the morning has come.
Seperti biasa aku menyukai pagi hari. Pagi mampu membuatku merasa rileks. Hari ini aku kuliah siang. Masih ada waktu untuk menyusuri fakta mengenai “Bundaran HI”. Aku buka kembali layar Serra sebagai pembuka, kemudian ku tancapkan papan Surf bermerk Smart ke bagian samping kirinya. Kini, Aku siap berselancar di dunia maya.

Aku search akun FB Andi, tertulis disitu “friend request sent”, ah, aku ingat. Aku telah mengirimkan friend request untuknya semalam, jika ia benar adalah Fahrezi, tentu ia mengenali ku, dan pastinya ia tak akan mau kebohongannya terungkap. Pantas saja, ia tidak menjawab lagi sms Dina semalam, mungkin ia telah membuka list friend request nya. Bodoh sekali aku ini.

Aku klik ketiga link yang ada pada tab yang berbeda. Satu, FotoTerlalu. Masih belum ada yang berubah di halaman blog ini. Dua, blog galeri foto. Foto-foto yang terpajang juga masih sama. Tiga, Blog pribadi Andi. Halaman beranda masih tetap sama dengan tadi malam. Aku terus membaca postingannya hingga ke bagian bawah, dan terdapat banner Postingan Lama. Aku klik banner tersebut. Jeger. Serasa ada petir menyambar. Hatiku serasa ditikam pisau yang sangat tajam. Terasa sakit sekali. Begitu sakit hingga ku meneteskan air mata.

Di foto keempat, nampak wajah si “bundaran HI” dengan pose senyum yang semakin menampakkan ketampanannya, juga khas dengan gigi gingsulnya. Tangannya melingkar pada bahu seorang wanita berwajah innocent. Berpakaian modis, dan terlihat sangat manis. Bukan. Itu bukan Aku. Dia adalah wanita lain bernama Tia. Terdapat tulisan di setiap foto tersebut. Foto pertama bertuliskan “T”, kedua “I”, ketiga “A”, dan terakhir “You and Me =)”. 18 Oktober, tanggal postingan foto tersebut.

Semua sudah jelas sekarang. Andi adalah Fahrezi. Mereka adalah satu orang yang sama. Foto ini seolah membunuhku. Menusuk jantung ku begitu dalam hingga ku tak kuat menahan sakitnya. Mata ku seolah tak mampu menatap lebih lama ke layar Serra. Keindahan pagi seketika berubah menjadi malam pekat. Aku menangis sejadi-sejadinya. Sesegukan, hingga badan ku terasa kaku dan gemetar. Semua kenangan bersama Fahrezi berputar pada proyektor otak ku. Baik kenangan saat kita bersenda gurau atau pun saat aku risau dan rindu menanti kabarnya sepulang dari project di luar kota. Entah berapa menit yang aku habiskan untuk meratapi kebodohanku ini. Yang jelas, badan ku terasa lemas sekali, hingga aku pun tak kuasa menekan tombol HP untuk menelpon Dina.

Kenyataan memang pahit. Pahit sekali, jauh lebih pahit dari obat yang harus ku konsumsi setiap hari. Namun, akan lebih sakit jika aku tak pernah mengetahuinya.
Waktu terus berputar. Rasa penasaran kembali merasuk pikiran ku. Aku merasa perlu mencari lebih lanjut tentang Andi dan Wanita itu. Aku ingat ada satu link di blog Andi yang belum aku buka. Twitter. Aku klik link nya. OMG. Avatar di akun tersebut sama persis dengan foto Fahrezi yang terpasang di background laptop ku. Design background akun tersebut adalah foto seorang wanita bersama pria yang mengenakan kaos yang sama. Kaos hitam dengan gambar kamera di bagian depannya. Hanya saja, bagian leher ke atas di-crop, sehingga tak terlihat wajahnya. Namun, aku bisa memastikan, pria dan wanita di foto tersebut adalah Fahrezi dan Tia.

Tweet terakhir Andi adalah dua hari yang lalu. “Jatinangor mati lampu”. Hm,, dia kost di daerah Jatinangor, Bandung. Aku baca tweet-tweet nya beberapa hari dan minggu yang lalu. Semua menunjukkan dia baik-baik saja. Sehat wal’afiat dan tetap ceria. Aku tidak tahu harus senang atau sedih melihat keadaannya sekarang ini. Dia sehat, sesuai sekali dengan do’a ku selama ini. Tuhan menjawab do’a ku untuk menjaganya dengan baik, bahkan baik sekali. Hingga ia tetap tersenyum dan berkarya. Namun, di lain sisi, hatiku tersayat, tercabik-cabik tak karuan.

Luar biasa sekali Andi menghidupkan sosok Mohammad Fahrezi Amara yang begitu sempurnna di mata ku. Yang seakan menjadi dunia ku, sumber inspirasi ku, dan pemicu senyum ku di setiap pagi. Bukan satu atau dua bulan Andi memainkan peran itu. Tapi bertahun-tahun! Tak ada yang terlihat aneh dari hubungan ku dengan nya selama ini. Hanya saja secara tiba-tiba ia menghilang untuk mengakhiri semuanya.

26 Juni, saat ia mengutarakan cinta nya pada ku. Menuliskan symbol hati di jendela kamar ku yang berembun. Hari itu, hari ulangtahun ku tepat yang ke-18 tahun. Aku baru saja membuka mata ku dari tidur yang sangat nyenyak. Seseorang mengetuk jendela kamarku, lalu aku mengibaskan gorden yang menutupinya. Terlihat si “Bundaran HI” di situ dengan kaos lengan panjang yang tergulung seperdelapannya serta celana jins. Membawa seikat bunga mawar merah nan cantik seraya tersenyum, tampan sekali. Kemudian ia menghembuskan nafasnya di kaca jendela, dan melukiskan symbol “love”. Pagi yang sempurna.

Mohammad Fahrezi Amara. Dengan tiga huruf M di bagian pertama namanya. Aku tak boleh sedikit pun salah menyebut atau mengetikkan nya dalam chat. Ternyata, nama itu hanya nama palsu. Nama yang tak pernah ada sosok nyata nya di muka bumi ini. Nama fiktif ciptaan sang Andi. Aku tak tahu lagi mana yang berupa kebenaran dalam seluruh kisah ku dengan Fahrezi. Nama, tanggal lahir, tempat kuliah, semuanya palsu. Bagaimana dengan kisah tentang keluarganya yang tinggal di luar kota, dengan kisah perjuangannya untuk hidup mandiri, apakah itu semua juga kebohongan? Bagaimana dengan cinta nya pada ku? Ah, apakah aku masih pantas menyebutnya dengan sebutan Cinta?

Pangeran ku telah terbunuh. Oh bukan terbunuh, tapi dibunuh sang Raja Pendusta. Pangeran yang begitu sempurna dan mampu memesonakan semua mata, seketika mati. Mati di tangan Andi si pendusta.

mengapa bayangan mu tak kunjung muncul di bawah sinar yang cerah?
mengapa dering indah juga tak kunjung terdengar dari telepon genggamku?
mengapa pula tak ada satu pun pesan dalam kotak suratku?
bahkan namamu tak dapat lagi ku temukan dalam daftar panjang pengguna jejaring itu
mengapa?

dimana kah sosok mu?
di mana kau sembunyikan segala keindahan itu?
di mana kau simpan rapat rasa itu?
rasa yang sempat engkau singkap keberadaannya
di mana?

kemana akan kau bawa segala memori itu?
kemana kau buang sosok pangeran itu beserta kudanya yang tangguh?
kemana lagi kau akan tunjukan potret lain dirimu?
kemana?

“Tok,,tok,,tok”, seseorang mengetuk kaca jendela ku.
Siapa gerangan yang mengetuknya? Apakah aku bermimpi? Aku cubit pipi ku. Ah, sakit. Ini kenyataan. Mengapa seperti de javu dari tanggal 26 Juni? Siapa di sana?

*to be continued
Hehe,, ini pasti part yang ditunggu-tunggu ya, untuk tahu siapa gerangan Fahrezi itu. Semoga tidak kecewa dengan jalan cerita di atas ya. Tunggu kelanjutannya! :)
Baca sebelumnya http://www.facebook.com/note.php?note_id=496219354388
Categories:

0 komentar:

Posting Komentar