“Bundaran HI”
Oleh Nadia Nurfadilah
“Braaaaaak”
Aku menghempaskan tubuhku yang ringan di atas tempat tidur kamar ku.Kamar berukuran 5 x 5 m bercatkan merah muda yang selalu menjadi tempat favoritku.Tubuh ku sangat lemas. Mungkin disebabkan kebiasaan ku yang lupa makan, ditambah lagi sesak nafas yang baru saja aku alami di bus kota tadi.
“Kreeet..” , ada seseorang yang membuka pintu kamar. Ibu.
“Kamu kenapa toh ndo??” , tanya ibu seraya mengelus rambut ku yang panjang terurai.
“Gak pa pa ko bu, cuma cape aja.”
“Yasudah, kamu istirahat ya.. Besok kuliah lagi kan”, ucap ibu sambil segera meninggalkan kamar ku.
“iya”
Dalam hati ku berbisik, Aku bukannya tidak apa-apa Bu. Aku sangat lemas, dan hati ku pun begitu kalut.Ingin rasanya aku teriak, melepaskan bongkahan batu besar yang aku rasa ada dalam hati ku.Namun, niat itu aku urungkan.Aku tidak ingin membuat Ibu atau siapa pun khawatir dengan keadaan ku.Aku juga tidak habis kuliah Bu, Aku dari bundaran HI.
*
Di Bus kota 15 menit yang lalu
Bus kota yang cukup megah mengggambarkan ciri khas Ibu Kota, melaju dengan penumpang yang penuh sesak. Bus memasuki kawasan pusat pemerintahan di tengah kota Jakarta. Bundaran HI, Monas, dan beberapa hotel terlihat dari kaca jendela bus. Aku memandangi suasana di luar bus itu, sambil terus teringat dengan canda nya beberapabulan yang lalu.
“Dasar Bundaran HI!”, ledek ku.Bundaran HI, tempat pertama kali ku melihatnya.
“Ih biarin, Bundaran HI tuh kebanggaan kota Jakarta, tempat favorit para fotografer! Daripada kamu, semut! Keinjek, wassalam. Hahahha..” , dia tertawa puas.
“Ih, nyebelin dasar!”
“Lagian badan kecil, kayak semut. Makanya cepet gede! Hahahha..”
Ah, dasar si bundaran HI. Aku selalu kalah oleh candaan nya. Hush. Aku berusaha menghentikan lamunan ku. Penumpang yang kian bertambah, membuatku semakin sulit bergerak. Tubuh ku yang mungil tergencat beberapa orang besar yang juga berdiri dalam bus.
“Ya Tuhan,, Aku sulit bernafas..” ucapku dalam hati. Terasa sesak sekali. Aku semakin dan semakin sulit menghirup udara.Aku mencoba mengatur nafas ku pelan-pelan. Jangan sampai aku pingsan di dalam bus ini.Ini kali kedua aku sesak nafas.Yang pertama, juga di dalam bus yang sedang melaju di sekitar bundaran HI, satu bulan yang lalu.
“huh..hah…”, sedikit demi sedikt, aku merasa lebih baik. Terimakasih Tuhan.
*
Aku masih terbaring di tempat tidur.Mencoba menyalakan Serra, laptop kesayangan ku.Aku buka akun facebook dan masuk ke bagian pesan.Aku membaca lagi pesan terakhir darinya, yang mungkin sudah ratusan kali aku baca, sejak dua bulan yang lalu.
Thursday, July 1st 2010
From M Fahrezi Amara to You
Iya, UAS nya besok terkahir. Thanks ya. Kamu juga semangat , semut!
Aku off ya.
Jangan pacaran mulu, Goodbye.
Aku agak tidak mengerti dengan perkataannya di pesan itu. Aku tidak sedang dekat dengan laki-laki selain dia, apalagi pacaran.Tapi yasudahlah, mungkin dia hanya bercanda.Yang terpenting, sebentar lagi dia selesai UAS.Dengan begitu, dia bisa lebih fokus mengerjakan project-project fotonya. Hm, aku ikut senang karena kepusingan dia akan segera berkurang.
*
Sunday, July 4th 2010
Waktu luang di sore hari aku gunakan untuk bercengkrama dengan Serra dan dunia maya.Aku buka akun facebook ku.Terbersit keinginan untuk melihat profil si Bundaran HI.Aku ketik namanya di kotak search, “Fahrezi”.Tidak keluar akun yang sangat aku kenal itu.Aku coba lagi, “Fahrezi Amara”.Tidak muncul juga.“M Fahrezi Amara”. Not found. Oh My God, ada apa ini?!
Ah, aku coba lagi. “Mohammad Fahrezi Amara”.
Not found.
Tidak mungkin, mengapa akun facebook nya tidak ada. Aku cek wall akun ku. Semua wallpost dan comment nya di status ku menghilang. Tidak ada. Aku menyimpulkan, akun nya deactivate.
Segera ku ambil handphone, mencoba menghubungi nomornya. Hati ku sungguh berdegup kencang. Firasat buruk kuat terasa.
“Tenonet,,tenonet.. nomor yang anda tuju sedang tidak aktif”, operator yang menjawab.
Aku coba lagi berkali-kali, namun jawabannya tetap sama. Suara rekaman operator wanita yang memberitahu bahwa nomor yang aku hubungi tidak aktif.
Aku periksa nomor yang aku tekan, mungkin saja aku salah sambung. Tidak salah. Nomor itu benar.Tak mungkin aku salah, aku hapal setiap digit nomornya.
*
Air mata ku menetes mengingat semua kejadian itu.Ya, kisah sedih di hari Minggu yang menyiksaku hingga detik ini. Sampai sekarang, nomornya tidak bisa dihubungi, apalagi akun facebooknya.Sudah tak mungkin lagi ditemukan. Aku tekan tombol power Serra, lalu meletakkan nya kembali di meja belajar. Mungkin kesedihan ini yang membuat beberapa perubahan dalam hidup ku. Berat badan ku turun hingga 5kg. Sudah dua kali aku mengalami sesak nafas, padahal aku tidak mengidap penyakit Asma. Pikiran ku pun sering tidak fokus.Bahkan. Aku seperti punya ritual untuk mengitari bundaran HI sebulan sekali. Sungguh ini diawali oleh kata “goodbye”. Apa yang sebenarnya terjadi pada dia?
*
To be continued….
0 komentar:
Posting Komentar