Sabtu, 11 Desember 2010

"Bundaran HI" part 2

“Bundaran HI”
Part 2

Sudah tiga bulan sejak kepergiannya. Tak ada sedikit pun kabar yang ku dengar tentang nya. Dia seperti telah ditelan dalam-dalam oleh bumi. Aku tak tahu apa saja yang terjadi padanya selama tiga bulan ini. Apakah selama ini dia sehat-sehat saja? Apakah kuliah dan project-project sampingannya berjalan lancar?Bagaimana hasil UAS nya? Bagaimana Ia menjalani bulan Ramadhan? Bagaimana Ia menikmati hari Lebaran? Aku tidak tahu.

Tidak tahu kalau-kalau dia jatuh sakit atau pun merasa jenuh dengan kesibukannya. Tidak tahu kalau-kalau dia bersedih dan merasa kesepian menjalani Ramadhan seorang diri di rumah yang Ia beli dengan jerih payahnya. Tidak tahu lagi apa pun tentang nya.

Tiga bulan akan terasa sangat cepat kalau kita menikmatinya dengan orang-orang yang kita sayangi. Tetapi, tiga bulan ku tanpanya, terasa lama sekali. Mungkin aktivitas ku tetap sama. Kuliah, berorganisasi, dan tentu saja berkumpul dengan keluarga.Namun, banyak hal yang terasa berbeda.Aku tak bisa lagi melihat senyumnya, menikmati tawanya yang renyah saat berhasil mengejekku, serta mendengar setiap keluh kesahnya.

“Aku pusing nih, lagi ngerjain buku tahunan.”
“Ohya? Punya SMA mana?”
“SMA Budi Luhur. Kamu tau?”
“Gak, hehe..Trus pusingnya kenapa?”
“Mereka minta edit fotonya mulu,belum lagi layoutnya, jadi gak kelar-kelar”
“Hm,,namanya juga ABG, ribet lah, haha..”
“Iya, banyak maunya.”
“Yaudah, jangan pusing lagi, maen tebak-tebakan aja yuk! Ada berapa jumlah patung kuda di bundaran… Hm..bundaran apa tuh ya? Yang deket Monas itu lho, tau kan? Yang kalo mau ke Sharina.Yang banyak patung kuda!”
“Apa sih…??? Yang ngasi pertanyaan ko malah bingung?! Bundaran BI kali!”
“Haha,, iya, itu maksudnya. Ada berapa coba patung kudanya?? Hayo tebak!! haha”

Seperti itu lah dia biasa berkeluh kesah. Lalu, diikuti dengan canda ku yang membuatnya tertawa geli.Entah apa yang dia pikirkan tentang ku. Mungkin baginya, aku konyol, aneh, seperti bocah, atau apa saja lah, aku tak perduli. Yang aku perdulikan adalah dirinya. Aku tak mau dia merasa jemu, resah, apalagi sedih. Berhasil membuatnya tersenyum saat bersama ku adalah suatu kepuasan luar biasa untukku. Tak hanya itu, aku pun selalu berhasil dibuat tertawa olehnya. Oleh candaan-candaan yang mungkin bagi orang lain sepele, namun bagiku sangat lucu.

Pernah suatu ketika, saat aku sedang uring-uringan dengan tugas kuliah yang menumpuk ditambah deadline penyerahan tulisan ku ke Redaktur Majalah. Dia melambaikan tangan, bergaya seperti ayah yang mengajak anaknya untuk memeluknya, seraya berkata, “come to papa..!”. Hahaha,,,aku dibuatnya tertawa terpingkal-pingkal. Melihat gayanya yang aneh seperti itu, aku bukannya ingin memeluk, malah ingin menggatak kepalanya. (Lagian bukan Muhrim, gak boleh peluk-peluk! :p )

Sometimes late at night..”, suara Ronan Keating membawakan lagu If tomorrow never comes, membuyarkan lamunan ku. Ada SMS masuk.

1 message received from Tarra :
Uda waktunya sholat dzuhur. Jangan lupa makan siang juga ya. :)

Akhir-akhir ini, Tarra sering sekali mengirim sms pada ku. Seperti alarm yang mengingatkan ku waktu sholat dan makan. Dia orang yang sangat baik. Pengetahuannya luas. Aku sering bertanya banyak hal padanya. Dia seperti Abang bagiku. Namun, perhatian ku tetap tertuju pada si bundaran HI.

Aku berusaha mencarinya. Pencarian ku dimulai dari akun Facebook. Aku cek semua akun yang bernama Fahrezi. Berlanjut ke akun Twitter dan Friendster. Siapa tahu dia membuat akun pertemanan baru. Tak ada. Aku tak berhasil menemukan Fahrezi si bundaran HI-ku.

Seorang sahabat, memberi ide untuk mencarinya di Google Search. Aku lakukan, namun hasilnya tetap nihil. Yang muncul adalah Fahrezi-Fahrezi lain yang tak aku kenal. Bodohnya aku, aku tak hapal apa alamat emailnya. Tapi di zaman sekarang ini, memang jarang orang yang berkomunikasi lewat e-mail. HP bertebaran dimana-mana, jejaring pertemanan sudah tak terhitung dengan jari. Dia biasa menulis di wall FB ku atau menelpon.Maka wajar kalau aku tak hapal alamat emailnya.

Pencarian ku beralih ke nomor telepon. Nomor HP nya tetap tak dapat dihubungi. Bahkan, kalau dahulu, Operator menjawab dengan kalimat, “Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif”, sekarang kalimatnya berganti menjadi, “Nomor yang Anda tekan salah atau tidak lengkap”. Aku mengubungi customer care operator telepon yang sama-sama kami gunakan. Aku mencari tahu, apa yang terjadi pada nomor Fahrezi. Apakah nomornya rusak, patah, hilang, atau apa? Customer care mengatakan status nomor Fahrezi normal, tidak rusak, hanya saja nomornya telah melewati masa tenggang sehingga tak dapat digunakan lagi.

Kenyataan ini membuatku semakin resah. Apa yang sebenarnya terjadi pada Fahrezi? Mengapa dia sampai-sampai membiarkan nomor HP nya melewati masa tenggang. Yang aku tahu, dia orang yang rajin mengisi pulsa. Asumsinya, dia memang sengaja membiarkan nomornya tak bisa digunakan lagi.

Aku menghubungi 108, pusat informasi Telkom. Mungkin saja dia memasang nomor telepon di rumah baru nya. Ya, dia baru saja pindah rumah, seminggu sebelum dia menghilang, tapi aku tak tahu di mana letak tempatnya, apa alamat lengkapnya. Dia hanya menyebutkan nama daerahnya, saat aku bertanya dahulu. Ah, yasudahlah, aku coba saja. Jariku menekan tombol 108.

Tuuut..
“Selamat siang, Telkom..”
“Ya, Siang Mas. Saya Neysha, minta nomor telepon atas nama Mohammad Fahrezi Amara dong”
“Ada alamatnya, Mba?
“Gak ada Mas”
“Ya, sebentar”
“Maaf Mba, belum ada nomor atas nama Mohammad Fahrezi Amara”
“Gak ada, Mas?MOHAMMAD Mas, pake O, MO – HA, terus dobel M, MMAD. MOHAMMAD FAHREZI AMARA”, Aku meyakinkan bahwa Mas penjawab telepon ku itu mencari nama yang benar.
“Iya Mba, belum ada atas nama Mohammad, mau pake “O” atau “U” juga belum ada.”
“Oh, gitu ya Mas?Yaudah deh, makasih”, Aku tertunduk lesu seraya meletakkan gagang telepon rumah ku.

Aku hampir putus asa menghadapi kegagalan usaha-usaha pencarian ku. Namun, Aku teringat tempat-tempat yang biasa ia datangi. Okay, aku harus ke tempat-tempat itu. Ada secercah harapan di sana.
*
Apakah Neysha akan menemukan si Bundaran HI????
To be continued

"Bundaran HI" part 1

“Bundaran HI”
Oleh Nadia Nurfadilah

“Braaaaaak”
Aku menghempaskan tubuhku yang ringan di atas tempat tidur kamar ku.Kamar berukuran 5 x 5 m bercatkan merah muda yang selalu menjadi tempat favoritku.Tubuh ku sangat lemas. Mungkin disebabkan kebiasaan ku yang lupa makan, ditambah lagi sesak nafas yang baru saja aku alami di bus kota tadi.

“Kreeet..” , ada seseorang yang membuka pintu kamar. Ibu.
“Kamu kenapa toh ndo??” , tanya ibu seraya mengelus rambut ku yang panjang terurai.
“Gak pa pa ko bu, cuma cape aja.”
“Yasudah, kamu istirahat ya.. Besok kuliah lagi kan”, ucap ibu sambil segera meninggalkan kamar ku.
“iya”

Dalam hati ku berbisik, Aku bukannya tidak apa-apa Bu. Aku sangat lemas, dan hati ku pun begitu kalut.Ingin rasanya aku teriak, melepaskan bongkahan batu besar yang aku rasa ada dalam hati ku.Namun, niat itu aku urungkan.Aku tidak ingin membuat Ibu atau siapa pun khawatir dengan keadaan ku.Aku juga tidak habis kuliah Bu, Aku dari bundaran HI.
*

Di Bus kota 15 menit yang lalu

Bus kota yang cukup megah mengggambarkan ciri khas Ibu Kota, melaju dengan penumpang yang penuh sesak. Bus memasuki kawasan pusat pemerintahan di tengah kota Jakarta. Bundaran HI, Monas, dan beberapa hotel terlihat dari kaca jendela bus. Aku memandangi suasana di luar bus itu, sambil terus teringat dengan canda nya beberapabulan yang lalu.

“Dasar Bundaran HI!”, ledek ku.Bundaran HI, tempat pertama kali ku melihatnya.
“Ih biarin, Bundaran HI tuh kebanggaan kota Jakarta, tempat favorit para fotografer! Daripada kamu, semut! Keinjek, wassalam. Hahahha..” , dia tertawa puas.
“Ih, nyebelin dasar!”
“Lagian badan kecil, kayak semut. Makanya cepet gede! Hahahha..”

Ah, dasar si bundaran HI. Aku selalu kalah oleh candaan nya. Hush. Aku berusaha menghentikan lamunan ku. Penumpang yang kian bertambah, membuatku semakin sulit bergerak. Tubuh ku yang mungil tergencat beberapa orang besar yang juga berdiri dalam bus.

“Ya Tuhan,, Aku sulit bernafas..” ucapku dalam hati. Terasa sesak sekali. Aku semakin dan semakin sulit menghirup udara.Aku mencoba mengatur nafas ku pelan-pelan. Jangan sampai aku pingsan di dalam bus ini.Ini kali kedua aku sesak nafas.Yang pertama, juga di dalam bus yang sedang melaju di sekitar bundaran HI, satu bulan yang lalu.

“huh..hah…”, sedikit demi sedikt, aku merasa lebih baik. Terimakasih Tuhan.
*
Aku masih terbaring di tempat tidur.Mencoba menyalakan Serra, laptop kesayangan ku.Aku buka akun facebook dan masuk ke bagian pesan.Aku membaca lagi pesan terakhir darinya, yang mungkin sudah ratusan kali aku baca, sejak dua bulan yang lalu.

Thursday, July 1st 2010
From M Fahrezi Amara to You
Iya, UAS nya besok terkahir. Thanks ya. Kamu juga semangat , semut!
Aku off ya.
Jangan pacaran mulu, Goodbye.

Aku agak tidak mengerti dengan perkataannya di pesan itu. Aku tidak sedang dekat dengan laki-laki selain dia, apalagi pacaran.Tapi yasudahlah, mungkin dia hanya bercanda.Yang terpenting, sebentar lagi dia selesai UAS.Dengan begitu, dia bisa lebih fokus mengerjakan project-project fotonya. Hm, aku ikut senang karena kepusingan dia akan segera berkurang.
*

Sunday, July 4th 2010

Waktu luang di sore hari aku gunakan untuk bercengkrama dengan Serra dan dunia maya.Aku buka akun facebook ku.Terbersit keinginan untuk melihat profil si Bundaran HI.Aku ketik namanya di kotak search, “Fahrezi”.Tidak keluar akun yang sangat aku kenal itu.Aku coba lagi, “Fahrezi Amara”.Tidak muncul juga.“M Fahrezi Amara”. Not found. Oh My God, ada apa ini?!

Ah, aku coba lagi. “Mohammad Fahrezi Amara”.
Not found.

Tidak mungkin, mengapa akun facebook nya tidak ada. Aku cek wall akun ku. Semua wallpost dan comment nya di status ku menghilang. Tidak ada. Aku menyimpulkan, akun nya deactivate.
Segera ku ambil handphone, mencoba menghubungi nomornya. Hati ku sungguh berdegup kencang. Firasat buruk kuat terasa.
“Tenonet,,tenonet.. nomor yang anda tuju sedang tidak aktif”, operator yang menjawab.

Aku coba lagi berkali-kali, namun jawabannya tetap sama. Suara rekaman operator wanita yang memberitahu bahwa nomor yang aku hubungi tidak aktif.
Aku periksa nomor yang aku tekan, mungkin saja aku salah sambung. Tidak salah. Nomor itu benar.Tak mungkin aku salah, aku hapal setiap digit nomornya.
*

Air mata ku menetes mengingat semua kejadian itu.Ya, kisah sedih di hari Minggu yang menyiksaku hingga detik ini. Sampai sekarang, nomornya tidak bisa dihubungi, apalagi akun facebooknya.Sudah tak mungkin lagi ditemukan. Aku tekan tombol power Serra, lalu meletakkan nya kembali di meja belajar. Mungkin kesedihan ini yang membuat beberapa perubahan dalam hidup ku. Berat badan ku turun hingga 5kg. Sudah dua kali aku mengalami sesak nafas, padahal aku tidak mengidap penyakit Asma. Pikiran ku pun sering tidak fokus.Bahkan. Aku seperti punya ritual untuk mengitari bundaran HI sebulan sekali. Sungguh ini diawali oleh kata “goodbye”. Apa yang sebenarnya terjadi pada dia?
*
To be continued….