“Bundaran HI”
Part 2
Sudah tiga bulan sejak kepergiannya. Tak ada sedikit pun kabar yang ku dengar tentang nya. Dia seperti telah ditelan dalam-dalam oleh bumi. Aku tak tahu apa saja yang terjadi padanya selama tiga bulan ini. Apakah selama ini dia sehat-sehat saja? Apakah kuliah dan project-project sampingannya berjalan lancar?Bagaimana hasil UAS nya? Bagaimana Ia menjalani bulan Ramadhan? Bagaimana Ia menikmati hari Lebaran? Aku tidak tahu.
Tidak tahu kalau-kalau dia jatuh sakit atau pun merasa jenuh dengan kesibukannya. Tidak tahu kalau-kalau dia bersedih dan merasa kesepian menjalani Ramadhan seorang diri di rumah yang Ia beli dengan jerih payahnya. Tidak tahu lagi apa pun tentang nya.
Tiga bulan akan terasa sangat cepat kalau kita menikmatinya dengan orang-orang yang kita sayangi. Tetapi, tiga bulan ku tanpanya, terasa lama sekali. Mungkin aktivitas ku tetap sama. Kuliah, berorganisasi, dan tentu saja berkumpul dengan keluarga.Namun, banyak hal yang terasa berbeda.Aku tak bisa lagi melihat senyumnya, menikmati tawanya yang renyah saat berhasil mengejekku, serta mendengar setiap keluh kesahnya.
“Aku pusing nih, lagi ngerjain buku tahunan.”
“Ohya? Punya SMA mana?”
“SMA Budi Luhur. Kamu tau?”
“Gak, hehe..Trus pusingnya kenapa?”
“Mereka minta edit fotonya mulu,belum lagi layoutnya, jadi gak kelar-kelar”
“Hm,,namanya juga ABG, ribet lah, haha..”
“Iya, banyak maunya.”
“Yaudah, jangan pusing lagi, maen tebak-tebakan aja yuk! Ada berapa jumlah patung kuda di bundaran… Hm..bundaran apa tuh ya? Yang deket Monas itu lho, tau kan? Yang kalo mau ke Sharina.Yang banyak patung kuda!”
“Apa sih…??? Yang ngasi pertanyaan ko malah bingung?! Bundaran BI kali!”
“Haha,, iya, itu maksudnya. Ada berapa coba patung kudanya?? Hayo tebak!! haha”
Seperti itu lah dia biasa berkeluh kesah. Lalu, diikuti dengan canda ku yang membuatnya tertawa geli.Entah apa yang dia pikirkan tentang ku. Mungkin baginya, aku konyol, aneh, seperti bocah, atau apa saja lah, aku tak perduli. Yang aku perdulikan adalah dirinya. Aku tak mau dia merasa jemu, resah, apalagi sedih. Berhasil membuatnya tersenyum saat bersama ku adalah suatu kepuasan luar biasa untukku. Tak hanya itu, aku pun selalu berhasil dibuat tertawa olehnya. Oleh candaan-candaan yang mungkin bagi orang lain sepele, namun bagiku sangat lucu.
Pernah suatu ketika, saat aku sedang uring-uringan dengan tugas kuliah yang menumpuk ditambah deadline penyerahan tulisan ku ke Redaktur Majalah. Dia melambaikan tangan, bergaya seperti ayah yang mengajak anaknya untuk memeluknya, seraya berkata, “come to papa..!”. Hahaha,,,aku dibuatnya tertawa terpingkal-pingkal. Melihat gayanya yang aneh seperti itu, aku bukannya ingin memeluk, malah ingin menggatak kepalanya. (Lagian bukan Muhrim, gak boleh peluk-peluk! :p )
“Sometimes late at night..”, suara Ronan Keating membawakan lagu If tomorrow never comes, membuyarkan lamunan ku. Ada SMS masuk.
1 message received from Tarra :
Uda waktunya sholat dzuhur. Jangan lupa makan siang juga ya. :)
Akhir-akhir ini, Tarra sering sekali mengirim sms pada ku. Seperti alarm yang mengingatkan ku waktu sholat dan makan. Dia orang yang sangat baik. Pengetahuannya luas. Aku sering bertanya banyak hal padanya. Dia seperti Abang bagiku. Namun, perhatian ku tetap tertuju pada si bundaran HI.
Aku berusaha mencarinya. Pencarian ku dimulai dari akun Facebook. Aku cek semua akun yang bernama Fahrezi. Berlanjut ke akun Twitter dan Friendster. Siapa tahu dia membuat akun pertemanan baru. Tak ada. Aku tak berhasil menemukan Fahrezi si bundaran HI-ku.
Seorang sahabat, memberi ide untuk mencarinya di Google Search. Aku lakukan, namun hasilnya tetap nihil. Yang muncul adalah Fahrezi-Fahrezi lain yang tak aku kenal. Bodohnya aku, aku tak hapal apa alamat emailnya. Tapi di zaman sekarang ini, memang jarang orang yang berkomunikasi lewat e-mail. HP bertebaran dimana-mana, jejaring pertemanan sudah tak terhitung dengan jari. Dia biasa menulis di wall FB ku atau menelpon.Maka wajar kalau aku tak hapal alamat emailnya.
Pencarian ku beralih ke nomor telepon. Nomor HP nya tetap tak dapat dihubungi. Bahkan, kalau dahulu, Operator menjawab dengan kalimat, “Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif”, sekarang kalimatnya berganti menjadi, “Nomor yang Anda tekan salah atau tidak lengkap”. Aku mengubungi customer care operator telepon yang sama-sama kami gunakan. Aku mencari tahu, apa yang terjadi pada nomor Fahrezi. Apakah nomornya rusak, patah, hilang, atau apa? Customer care mengatakan status nomor Fahrezi normal, tidak rusak, hanya saja nomornya telah melewati masa tenggang sehingga tak dapat digunakan lagi.
Kenyataan ini membuatku semakin resah. Apa yang sebenarnya terjadi pada Fahrezi? Mengapa dia sampai-sampai membiarkan nomor HP nya melewati masa tenggang. Yang aku tahu, dia orang yang rajin mengisi pulsa. Asumsinya, dia memang sengaja membiarkan nomornya tak bisa digunakan lagi.
Aku menghubungi 108, pusat informasi Telkom. Mungkin saja dia memasang nomor telepon di rumah baru nya. Ya, dia baru saja pindah rumah, seminggu sebelum dia menghilang, tapi aku tak tahu di mana letak tempatnya, apa alamat lengkapnya. Dia hanya menyebutkan nama daerahnya, saat aku bertanya dahulu. Ah, yasudahlah, aku coba saja. Jariku menekan tombol 108.
Tuuut..
“Selamat siang, Telkom..”
“Ya, Siang Mas. Saya Neysha, minta nomor telepon atas nama Mohammad Fahrezi Amara dong”
“Ada alamatnya, Mba?
“Gak ada Mas”
“Ya, sebentar”
“Maaf Mba, belum ada nomor atas nama Mohammad Fahrezi Amara”
“Gak ada, Mas?MOHAMMAD Mas, pake O, MO – HA, terus dobel M, MMAD. MOHAMMAD FAHREZI AMARA”, Aku meyakinkan bahwa Mas penjawab telepon ku itu mencari nama yang benar.
“Iya Mba, belum ada atas nama Mohammad, mau pake “O” atau “U” juga belum ada.”
“Oh, gitu ya Mas?Yaudah deh, makasih”, Aku tertunduk lesu seraya meletakkan gagang telepon rumah ku.
Aku hampir putus asa menghadapi kegagalan usaha-usaha pencarian ku. Namun, Aku teringat tempat-tempat yang biasa ia datangi. Okay, aku harus ke tempat-tempat itu. Ada secercah harapan di sana.
*
Apakah Neysha akan menemukan si Bundaran HI????
To be continued