Minggu, 21 Februari 2010

Virtual office

Virtual Office
Oleh : Nadia Nurfadilah

Menjalani satu semester perkuliahan di Uiversitas Negeri Jakarta, sungguh luar biasa. Banyak sekali hal-hal baru yang saya temukan. Sahabat-sahabat baru, berbagai aktivitas baru, dan tentunya sangat banyak sekali ilmu baru. Semester pertama, 7 mata kuliah(MK) dengan total SKS 19. Pengantar Bisnis, MK favorit saya di semester ini. Dari materi awal, saya sudah tertarik untuk mempelajarinya.

Chapter ke-7 yang dibahas pada MK ini adalah mengenai Organizing Business Enterprise. Terdapat dua sub-bagian di sini. Formal Organization dan Informal Organization. Tak hanya itu, Chapter ke-7 ini juga menyinggung The changes in basic forms of Organizational structure in 21st century. Pada abad ke-21, struktur organisasi formal berkembang menjadi “boundaryless”. Bermunculan juga tipe-tipe organisasi yang baru seperti Team Organization, Learning Organization, dan Virtual Organization.

Tipe organisasi baru yang muncul, menerbitkan curiousity yang menggelitik pikiran saya. Ya, virtual organization, tipe organisasi yang terakhir saya sebutkan pada paragraph sebelumnyalah yang saya maksud. Pada saat perkuliahan, Dosen saya menerangkan bahwa yang dimaksud Virtual organization adalah perusahaan yang bisa beroperasi walau hanya dengan internet. Perusahaan tidak perlu punya gedung, toko, dan lain sebagainya, seperti pada Kantor Tradisional,. Sang pebisnis bisa melakukan transaksi penjualan produknya melalui internet.

Saya tertarik untuk mencari tahu lebih banyak mengenai virtual organization ini. Setelah berdialektika dengan “Mbah-Google”, saya merasa keingintahuan saya terjawab. Jadi, begini hasil dialektika dan internalisasi dalam pikiran saya.

Virtual organization atau virtual office merupakan kantor yang diperlukan para pelaku bisnis yang memilih bekerja dari rumah dan melakukan transaksi usahanya melalui internet, namun memerlukan alamat yang kredibel dan tempat yang representative untuk menemui klien-kliennya. Karena mereka hanya bekerja di rumah dan tidak mempunyai berbagai fasilitas sebuah kantor prestisius, maka mereka perlu meyewa Virtual office ini.

Virtual office dilengkapi berbagai fasilitas sebuah kantor professional. Sebagai contoh, Virtual Office JDC Businees Centre menyediakan berbagai fasilitas seperti : meeting room, internet café, internet access, café,lounge, printing, copier, CAD service, dll. Selain menyewakan alamat bisnis yang prestisius, JDC Business Centre juga menyediakan resepsionis professional , Nomor telepon&fax khusus dengan operator pribadi dan greeting sesuai dengan nama perusahaan Penyewa. Telepon masuk dari klien juga dapat ditransfer langsung ke nomor pribadi atau ponsel penyewa.

Dengan adanya konsep virtual office ini, memungkinkan penghematan biaya kantor namun tetap menjaga profesionalitas pelaku bisnis.Virto (salah satu perusahaan penyedia virtual office) mengenakan tariff Rp 225.00,- per bulan untuk paket silver dan Rp 500.000,- untuk paket Gold. City Web paket Business Solutions menawarkan tarif Rp 680.00,- per bulan.

Penyewaan virtual office ini jelas lebih efisien dibandingkan bila kita harus mempunyai kantor sendiri yang lengkap dengan meeting room, café, dan fasilitas mewah lainnya. Cost yang dikeluarkan pun pasti berbeda. Dengan konsep virtual office ini, kita tidak perlu menyediakan maintenance costs gedung perusahaan. Tidak perlu juga mempekerjakan pegawai untuk operator telepon atau respsionis. Karena semua hal tersebut telah di-package dalam Virtual Office. Tidak perlu pula, datang setiap hari ke kantor. Kita tetap bekerja di rumah dan datang hanya sesekali sekadar untuk menemui para klien.

Jadi, bila Anda lebih nyaman bekerja di rumah namun ingin citra perusahaan anda terpercaya, gunakanlah layanan Virtual Office ini yang menyewakan alamat dan lokasi kantor yang prestisius. Tentunya juga dilengkapi ruangan-ruangan comfortable untuk menemui para klien Anda.

Begitulah sedikit hal yang saya ketahui tentang Virtual office. Semoga cerita saya ini bisa berguna. Apabila terdapat kesalahan, mohon dimaafkan, dan mungkin bisa kita diskusikan lebih lanjut. Terima kasih. :)

Referensi :
j-d-c.com
gatra.com

Hubungan social di tengah desakan penumpang

….“Saya capek terus berdiri dan berdesakan seperti ini”, celoteh seorang penumpang remaja sambil berpegangan di salah satu tiang dalam bus 43. Seraya merapikan posisi tas nya, sambil tersenyum ia melanjutkan, “tapi saya senang di sini bisa ngobrol sama banyak orang!”…..

Sebagai orang yang tinggal di Jakarta, tentu sangatlah terbiasa dengan kemacetan. Selain kemacetan, bagi orang-orang yang tidak memiliki kendaraan pribadi, mereka juga terbiasa untuk berdesakan di dalam angkutan umum seperti bus. Apalagi pada jam-jam pulang kantor, penumpang dalam bus sudah seperti ikan teri yang berjejal untuk masuk ke dalam pepes.

Jumlah penumpang dengan kapasitas tempat duduk dalam bus tentu tidak sebanding lagi. Alhasil, akan banyak sekali penumpang yang berdiri. Meski keadaan bus sudah penuh sesak, sang kernet biasanya akan tetap mengangkut penumpang dari halte-halte yang dilewati bus. Sungguh tidak mengenakan bukan, bila menjadi salah satu penumpang yang harus berdiri dalam bus yang penuh sesak.

Itu lah yang dialami Mita(mahasiswa, 18 tahun) setiap sore. “Setiap pulang kuliah, saya naik bus ini. Pasti busnya sudah penuh dan saya harus berdiri dekat pintu”, cerita Mita. Namun, dari semua kondisi yang tidak mengenakan ini, ada sesuatu yang sangat baik terjalin di tengah desakan penumpang. Sebuah hubungan social.

“Saya capek terus berdiri dan berdesakan seperti ini”, celoteh Mita sambil berpegangan di salah satu tiang dalam bus 43. Seraya merapikan posisi tas nya, sambil tersenyum ia melanjutkan, “tapi saya senang di sini bisa ngobrol sama banyak orang!”. Itu lah yang dirasakan Mita dan mungkin juga beberapa penumpang lainnya.
Dalam bus yang penuh dengan orang-orang yang berbeda umur dan profesi, namun kepentingan yang sama. Yaitu kembali ke “home sweet home” setelah seharian beraktivitas. Terjalin interaksi social yang baik di sini. Seorang penumpang pria akan mendahulukan penumpang wanita untuk duduk. Seorang wanita muda pun akan mendahulukan orang-orang paruh baya, entah pria entah wanita. Mereka mengalah atas kepentingan pribadinya demi melindungi orang lain. Meski telah lelah dan sangat ingin menikmati kursi yang walau tidak seempuk sofa, mereka memberikan kesempatan duduk untuk orang lain terlebih dahulu.

Tidak jarang juga, di antara si pemberi dan penerima tempat duduk, terjadi percakapan singkat namun cukup hangat. Sekadar ucapan terima kasih atau dilanjutkan dengan pertanyaan hendak kemana, kerja di mana, dan lain sebagainya.
Di antara orang-orang yang sama-sama berdiri pun, sering terjadi percakapan. Mereka biasa mengeluhkan kondisi jalan yang macet atau sekedar menyerukan apa yang ada di pikirannya. “Huh, penuh banget deh!”,seru MIta. Lalu seruan tersebut dijawab oleh seorang yang berdiri di dekatnya. Seperti itulah hubungan social yang terjalin di antara para penumpang yang “senasib” . Walaupun kondisi berdesakan dengan badan-badan dari yang selangsing model hingga yang sebesar sumo. Menghirup udara dengan berbagai aroma badan yang sering kurang sedap di sekelilingnya. Kesulitan menjaga barang bawaanya. Namun, ada sesuatu positif dalam kondisi ini. Kita dapat belajar untuk mengutamakan kepentingan orang lain, belajar tetap berpikir positif karena tidak hanya kita yang berdiri kesulitan tetapi ada banyak lagi penumpang lainnya, serta menjalin komunikasi dengan orang-orang baru yang berbeda profesi.

Dalam kondisi apa pun, ketika ada orang lain selain diri kita sendiri, kita dapat menjalin hubungan social yang baik di kondisi tersebut. Sesuai dengan salah satu kebutuhan manusia, yaitu untuk berinteraksi dengan sesamanya.